Menarik perhatian publik, bahwa pada peresmian Masjid Hasyim Asy'ari yang megah dengan konsep hijaunya yang menelan biaya lebih dari Rp 600 milyard di atas lahan lebih dari dua hektar di Jakarta Barat, Sabtu 15 April 2017 itu, Ahok tidak menghadirinya. Tampak Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Gubernur Jarot Syaiful Hidayat sedang bersilaturahim dengan anak cucu Hadratussyaikh, pendiri Nahdhotul Ulama (NU), antara lain KH Sholahudin Wahid dan Yeny Wahid. Di beberapa tempat antara lain di Kelapa Dua Wetan terpasang spanduk dari GP Ansor yang berisikan Ahlus sunnah waljamaah tidak menyukai Syiah dan HTI yang dibarengi di media sosial fitnah tentang Anies Baswedan didakwa sebagai penganut Syiah.
Menyusul kemudian, peresmian masjid di atas mendekati pemungutan suara putaran kedua adalah bisa disebut politisasi simbol agama. Pula ditemukan pamflet Al Islam yang menyebutkan bahwa Anies jika terpilih akan menjadikan Jakarta Bersyariah atas nama HTI, ternyata dibantah oleh Ketuanya H.Ismail Yusanto.
Tiga hal di atas cukup menunjukkan bahwa Ahok mulai massif, terstruktur dan sistemik menggunakan metdhode kampanye yang sedari awal sebenarnya tidak direncanakan dan disukainya karena hal itu irrasional dan bukan program oriented.
Cara memenangi Pilkada Jakarta melalui pendekatan emosional, primordial yang dicela paran pengamat dan tidak masuk ke benak kaum menengah justru dilakukan di pekan-pekan terakhir masa kampanyenya.
Dukungan kekuasaan kepada Ahok yang memasuki ranah lembaga peradilan yang seyogyanya mandiri dan jangan diintervensi-pun, terlaksana buat Ahok, kendati tim pengacaranya berkilah bahwa penfunduran itu dikawatirkan akan merugikab Ahok dalam pilkada Jakarta. Namun publik Jakarta tahu bahwa itu adalah kerja by desain politik pengamanan bagi pasangan nomor dua.
Secara serentak pada Jum'at dan Sabtu lalu, ternyata dari tujuh lembaga survey ternama, enam diantaranya mengumumkan kemungkinan pilkada Jakarta akan dimenangi oleh paslon no 3 Anis-Sandi, dengan selisih tipis, kecuali LSI Deny JA pada kisaran 51 % untuk Anies -Sandi dan kisaran 42 % untuk paslon Ahok-Jarot dengan margin error sekitar 5 %. Untuk melawan enam lembaga survey itu, Metro tv merelease hasil survey nya yang memenangkan Ahok-Jarot diangka 70 %, sementara Anies-Jarot pada angka hanya 30 %.
Apa yang bisa diperkirakan dengan hasil survey yang publik sudah mengetahui dugaan akan kemunkinan Ahok -Jarot mengalami kekalahan ? Tidak ada lagi yang bisa dikatakan, kecuali beberapa hal.
Pertama, tentang komentar Jarot terhadap rencana Tamasya Al Maidah yang akan diikuti oleh lebih dari sejuta umat Islam yang bernada cemas, tidak suka bahkan mencela. Sebagai penguasa yang petahana sedang mencalonkan diri, mestinya cukup mengucapkan selamat datang dan berpesan agar menjaga kebersihan dan terima kasih atas tamasyanya ke ibukota negara.
Kedua, masih dijumpai sampai pada hari Minggu 17 April ini pembagian sembako. Jangan salahkan rakyat yang menerimanya, karena seperti kata mereka: Kenapa sih, kan kami butuh sembako. Ini gratis, soal pilhan nanti. Soal bantuan kepada masjid atau musholla kami, diucapkan terima kasih dan mereka menambahkan bahwa soal dosa dan urusan adalah urusan
kami dan Tuhan !
Ketiga, penggunaan pendekatan emosional lebih mendominasi ketimbang methode yang rasional. Misalnya, pemaparan capaian pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan, dan pemberdayaan masyaraka tertutup oleh pendekatan kepada organisasi Islam tradisional untuk diharapkan terjadi perpecahan politik di kalangan internal NU dan Muhammadiyah dengan membangkitkan ha-ikhwal khilafiyah yang laten.
Tanpa harus mengungkapkan cara-cara kampanye yang menumpukan pada primordialistik dan materialistik, sebenarnya Ahok-Jarot berpeluang menang. Namun dengan pendekatan yang merubah haluan ke arah emosional, dikawatirkan akan mengaris bawahi pertanyaan: Apakah Ahok sudah menyerah ? Terlebih lagi, bagi kalangan menengah atas yang pada putaran pertama memilih Ahok-Jarot , kemudian membaca survey yang berpihak kepada paslon 3 Anies - Sandiaga, sinyal merah terkirim sudah: Ahok Sudahkah Menyerah ?
radiopanjakarta/jsp
No comments:
Post a Comment