PROFIL

Thursday, April 20, 2017

PROFETIK SEBUAH PILIHAN JALAN YANG SUNYI ....

Menjadi insan politik, aktivis partai politik yang dimulai pada nyala api reformasi 1998, terbebani amanat berat: Perubahan ke arah yang lebih baik dan benar. Beban itu tidak sedikit yang ingin membuangnya ke bak sampah sejarah ; bahkan menuduhnya sebagai kebablasan maka  perlu sebatas pada restorasi, kembali kepada sejarah masa lalu dengan pembenahan sekedarnya. 

Biarlah visi kebablasan atau apapun yang menginginkan tatanan lama dikembalikan itu,  menjadi agenda bagi yang berkompeten. Bagi keberlanjutan sejarah dalam perjalanan reformasi 1998-2017 ini ke depan yang memang tidak linier dan tidak mudah, kita berhasil menemukan mutiara kepeminpinan, sebutlah yang diayunkan oleh : Tri Rismaharini-Surabaya, Azwar Anas - Banyuwangi, Ridwan Kamil-Bandung, Isran Noor-Kutai Kaltim, dan  Bupati Batang, Walikota Jogjakarta dan Joko  Widodo - Surakarta serta lain-lainya dengan tidak melupakan satu pemimpin inspiratif , profetik-transformatif pada Suyoto alias Kang Yoto, Bupati Bojonegoro 2008 - 2018, dua periode ). Itulah fakta. Itulah yang seandainya UU no.5/ 1979 masih berlaku dalam bablasannya Orde Baru yang lalu, tentu mutiara itu tersimpan di tambang kepemimpinan tersembunyi. Sayang, memang sejarah tidak mengenal pengandaian. Dia berjalan senyatanya, sosiologis, faktual dan empirik begitu saja. 

Menuliskan sedikit atau banyak perihal Kang Yoto, amat dibutuhkan mengenal Bojonegoro sebuah kabupaten dari 30an kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur ini. Setiap kali mendengar, melihat atau membaca Bojonegoro, segera tersingkap kisah sunyi, miskin di kelilingi hutan jati berudara panas-kering.  

Ketika Bengawan Sala meluap,  sesungguhnya di Bojonegoro yang merupakan kawasan hilir sungai terpanjang se Pulau Jawa ini, kembali diluapi banjir yang menyengsarakan. Jalan rusak, sawah gagal panen, rumah penduduk roboh....dan kemiskinan bertambah dalam. Kelak di kala Bengawan Solo menyusut di musim kemarau, seakan berubah radikal...Bojonegoro mengering di tanahnya yang labil. Penduduk kesulitan air bersih untuk kehidupan sehari-hari, termasuk memberi minuman kepada hewan ternaknya. Perangkap kemiskinan itu berkisah hingga berjilid-jilid sejak zaman Angling Darmo sampai kejatuhan Pak Harto...dan beberapa tahun di awal reformasi.  

Bahkan pernah terjadi kelaparan endemik pada kurun 1940-an , sebanyak 321 terkena busung lapar dan 3691 mengalami gizi buruk. Pada awal  2008, ketika Kang Yoto dilantik sebagai Bupati Bojonegoro, angka kemiskinan hampir 25 % penduduknya (23,87 % atau 292 .710 jiwa). Sejalan dengan itu, pantaslah pula pada awal jabatannya, Kang Yoto tidak kaget kalau APBD 2008 Rp. 900 Milyard ...itupun menanggung hutang Rp. 300 Milyard. Akibatnya menjadin penghutang Bank Jatim sejumlah Rp.111 Milyard.

Waktu berjalan, kerja keras dan doa mengiringinya, kini Kabupaten yang pernah menjadi ibukota eks Keresidenan Bojonegoro (sampai 1975 saja) pada 2016 ini bukan saja telah melunasi hutang itu semua, bahkan kini menjadi pemegang saham keempat dan Bank UMKM Jatim Bojonegoro telah menyetor saham mencapai Rp 100 milyard. APBD yang dulu hanya Rp. 900 Milyard dengan beban hutang  Rp 350 milyard itu, pada 2016 ini APBD telah mencapai Rp. 2,5  trilyun dan pada akhir masa jabatan tahun depan bisa Rp. 3 trilyun. Angka kemiskinan turun dari 23,87 % menjadi 13,98 % (2015).

Capaian yang bagus, kemudian diikuti pembangunan sumber daya manusia agar ke depan anak-anak.muda Bojonegoro mampu bersaing. Tidak menjadi kutukan kekayaan gas alamnya yang kini membantu menggerakkan roda perekonomian setempat. Kehidupan sosial budaya dan keagamaan berjalan santun, penuh toleransi dan penuh kerukunan. Banyak kisah Kang Yoto yang Muslim dan orang mengenal sebagai kader Muhammadiyah tersebut, tetaplah andap-asor, ngewongke dan penuh humor. Kisah tangannya dicium warganya yang Tionghoa dan Kristen taat, dan Kang Yoto tak kuasa membalasnya dengan titik air mata di gereja Bojonegoro. Perlahan profetik , suato.lorong kenabian tergali dan merubah bentuk menjadi saling asih-asuh dan asah dalam amal perbuatan.

Banyak tokoh berkisah, dari Ustadz, kyai dan pendeta serta pastor hingga guru, tukang warung, anak sekolah serta tukang becak tentang Kang Yoto yang selain mereka tahu sebagai Bupati, juga pemimpin yang tulus, merakyat, tidak korupsi dan keras terhadap teman dan keluarga sendiri.

Pada awal  jabatannya, ketika tidak mau membantu pembangunan atau menganggarkan pembangunan masjid di seluruh 28 kecamatan dan 400 an desa se Kabupaten Bojonegoro, dia menghadapi kritik dengan menjawab: Bojonegoro lebih butuh jalan yang tidak gampang rusak dan ambles dengan pavingisasi dan embong untuk menampung air hujan. Bojonegoron lebih butuh gedung sekolah dan bibit pertanian. Maka masjid yang ada dirawat dan dibangun pakai uang swadaya masyarakat saja.

Pada peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei mendatang ini, kang Yoto sebagai Bupati menyediakan anggaran 50 milyard untuk membantu pendidikan rakyatnya yang putus sekolah, tua muda, lelaki-perempuan. Setiap kepala desa harus membawa warganya yang sekolah putus dan tidak bisa membaca, terhitung dan menulis. Juga menyelenggarakan ujian kemamapuan Bahasa Inggris Toefl bagi lulusan SLTA yang kurang mampu, sambil terus berkomunikasi langsung setiap bakdal sholat Jumat di Pendopo Kabupaten. Silakan siapa saja boleh datang, baik dari dalam kota, jauh dari desa maupun kota lain sendirian maupun rombongan. 

Saya sempat diingatkan: Mas Joko, sampeyan dari Jakarta ojo coba-coba main proposal golek dana. Mbok dicarikan investor, buatlah pabrik atau usaha yang bermanfaat di Bojonegoro, agar penduduk kabupatenku ini bisa bekerja lebih banyak, tidak menganggu. Bantulah agar warga Bojonegoro menjadi manusia yang bangga karena bekerja.

Sampai di mana dan akan ke mana jalan sunyi itu berujung, ketika awal tahun depan ini Kang Yoto mengakhiri jabatannya 10 tahun menjadi Bupati ini. Dari Kantor, pinggiran utara Bojonegoro kota ke arah Babad Lamongan seorang terpelajar dari keluarga tukang kayu yang rakyat biasa, Kqng Yoto ditunggu banyak orang. Bukan saja Jawa Timur namun se Indonesia mengharapkannya. Ketika gagal mencalonkan Bupati pada 2003,  kemudian tak dikehendaki menjadi bakal calon wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta baik pada paslon 2 atau 3 pada Pilkada 2017 ini, ia selalu bangga kepada anak lelakinya yang mengingatkannya melalui sebuah lagu ciptaannya sendiri: Pura-Pura. Dan, memastikan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa itu terkabulkan: Ya Allah Tuhan kami, sekiranya kekuasaan itu akan memuliakan manusia dan tidak menghinakannya, dan itu kehendakMU maka sekalipun sedalam samudera, setinggi gunung dan sejauh dan seterjal apapun, ya Allah akan datang dengan perjuangan manusia yang Engkau ridhoi.

Adzan Maghrib berkumandang dari Masjid Alun-alun Bojonegoro, menghentikan percakapan kami. Selepas Sholat Maghrib berjamaah di musholla Rumah Dinas Bupati, kami mohon diri dan lambaian tangannya mengantar kami pulang ke Jakarta.

No comments:

Post a Comment