PROFIL

Friday, April 7, 2017

KOMUNIKASI DENGAN UMAT ISLAM

.

Jakarta --Belum lama dalam sepekan ini, MUI menghadap Presiden R.I Jokowi. Antara lain, para ulama ini mohon agar kriminalisasi terhadap ulama diakhiri dan pula disampaikan tentang berlarut-larutnya persidangan kasus terdakwa penodaan agama Basuki Cahaya  Purnama alias Ahok.



Kita menyaksikan dalam semester terakhir ini, terjadi aksi massa umat Islam beruntun ( Oktober, November, Desember 2016...berlanjut Pilkada dengan kampanyenya yang saling menggunakan isyu SARA dan hari H Pilkada, peringatan 11 Maret 2017 di Masjid At Tin yang dihadiri anak-anak Pak Harto alm. Menyusul kemudian  Aksi 313 yang baru lalu dengan Amien Rais dijalanan bersama tokoh Parmusi Usamah Hisyam ( minus tokoh Islam tradisional ) serta ditangkapnya pimpinan FUI M.Khaththah dan nama-nama lain dengan tuduhan makar.  Ada apa dengan  komunikasi yang dibangun pemerintah dan umat Islam. 

Ditengah komunikasi yang alhamdulillah tidak memakan korban harta dan jiwa  dalam sekian aksi di atas, rupanya kita menemukan cerai- berainya kaum muslimin dalam menyikapi fenomena politik, antara lain dalam kontestasi politik Pilkada Jakarta serasa Pilpres Indonesia jilid dua. Islam yang  dianut oleh lebih dari 85 % tidak mampu bersatu dalam sikap dan pilihan politik sejak reformasi, kecuali dalam memilih presiden pada 1998 dengan terpilihnya Gus Dur pada pemilihan tidak langsung ( Sidang MPR RI di awal reformasi ). Sulit membayangkan lagi kaum muslimin bersatu dalam menghadapi PKI dengan dukungan atau saling mendukungan bersama TNI AD . 

Lebih hebat lagi ketika era Prawoto Manskusasmito cs ( Masyumi ) dan KH Masykur ( NU ) cs bersama PSII, PERTI dan PUI serta kekuatan Islam politik bersatu menghadapi PNI, dibantu PKI dan lainnya dalam sidang konstituante dalam mbuat UUD ( kita tahu bahwa UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 hanya berlaku 3 bulan sampai terpilihnya Syahrir  sebagai Perdana Menteri terus berlanjut dengan Maklumat Wakil Presiden November 1945 hingga 5 Juli 1959 terbitnya Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945 dengan diktum nya " bahwa 

Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai  UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan  dengan konstitusi tersebut ". Kebersatuan umat Islam itu bukan menggantikan UUD 1945 atau sering disebut  ingin menghasilkan Negara Islam, namun justru  menyepakati keberlakuan kembali UUD 1945 yang menurut Ruslan Abdul Gani ( 1961, Wakil Ketua DPA RI selaku juru bicara Bung Karno atau Jubir Manipol Usdek ) mengatakan : Tegas-tegas di dalam Dekrit 5 Juli 1959 ini ditempatkan secara wajar dan secara historis jujur posisi dan fungsi Jakarya Charter tersebut dalam hubungannya dengan UUD Proklamasi dan Revolusi kita, yakni Jakarta Charter sebagai menjiwai UUD 1945 dan merupakan rangkaian kesatuan dengan UUD 1945". 

Pada buah lanjutannya adalah ketika UU Perkawinan 1970 dan UU Peradilan Agama 1989, bukankah itu keunikan pada negara yang tidak menempatkan Islam sebagai dasar negara ? Bukan karena kebetulan memang kompromi para tokoh Islam politik yang dimotori KH Masykur ( karena KH Wahid Hasyim , ayah Gus Dur wafat terlebih dulu sebelum Pemilu 1955 , tepatnya pada 1953 ) agar 

Islam dan Pancasila tidak dilawankan. Pancasila adalah lafaznya dari Islam itu sendiri, sedangkan pada pertengahan 1980 an, setengah guyon Pak AR FACHRUDIN ( Ketua PP Muhammadiyah waktu itu ) menyentil: Pakai asas Pancasila, itukan ibarat naik.motor pakai helm di jalan raya. ....). Produk hukum berikutnya adalah bank syariah, dan lainnya itu mungkin sulit dipahami dalam konteks sekulerime di satu sisi dan teokrasi abad pertengahan yang dijebol Revolusi Perancis 1789 itu, atau bandingkan dengan sekulerisasi Turki paska kejatuhan Kesultanan model Turki yang dicanangkan Kemal Attaturk dan dibalikkan lagi oleh Thayip Erdogan kini.

Islam politik selalu menang, ketika pihak luar tidak berhasil mempolitisasi kaum Muslimin yang mereka sebut Islam non politik. Intinya, pendek katw jika Muhammadiyah dan NU bersatu semaunya akan bermanfaat bagi Indonesia dan umat Islam. Namun situasi sekarang muncul perkembangan baru, yakni transnasionalisasi Islam.di Indonesia ...lihatlah sudah bersemi. Apa mau dikata, itukah pula hasil dari globalisasi, media sosial di  abad milenia ini yang berpacu dibawah komando kemajuan teknologi informasi ?

Selama memperhatikan komunikasi yang benar dan baik dengan umat Islam di bawah ini, maka insha Allah negeri ini akan stabil dan damai :

Pertama,  hindari timbulnya kesan bahwa telah ada syarat-syarat yang disebut Al Qur'an sebagai dasar untuk bertindak keras;

Kedua, pahami dengan baik inti ajaran Islam tentang masalah yang.mempunyai kaitan dengan masalah politik dan pertahanaan -keamanan;

Ketiga, hargai para ulama dengan bekerja sama dan saling pengertian;

Keempat, bersikaplah bijaksana sebagai insan politik daalm melaksanakan tugas

Kelima, jika t e r p a k s a bertindak keras, jelaskan alasannya secara jujur dan mintalah perhatiannya.

Jelas, bahwa ada pengakuan dari pemerintah tenyang Al Qur'an dan. hadist mengajatkan politik dan hankam, loyalnterhadap pemerintah dan damai terhadap golongan lain.

Demikian.....langkah lima pedoman tersebut di atas adalah  berasal dsri berbagai sumber yang menyebutkan: PEDOMAN BERKOMUNIKASI DENGAN UMAT ISLAM DI WILAYAH KOWILHAN II  ( Jawa dan Bali ) . 

Tinggallah pemerintah kini mau memahami atau memecah umat Islam, tergantung pada Umat Islam sendiri dan juga kearifan Presiden Jokowi.

radiopanjakarta/ jsp

No comments:

Post a Comment