Jakarta -- Judul bahasan singkat radiopanjakarta berikut ini, mengambil dari thema Semiloka yang diselenggarakan oleh ICRP ( Indonesian Conference on Religion for Peace ) dengan tiga isyu ( Agama, Kekuasaan dan Modal ) yang akan berlangsung di Hotel Aryadutha pada 8 April 2017 yang akan datang ini ( dengan keynotespeaker Buya Syafii Maarif dan pembicara antara lain Siswono Yudho Husodo, Sudhamek ( Tim ekonomi Istana Presiden):ada juga keterlibatan Menko Luhut Pangaribuan di situ )
Begitu seramkah dan terancamkah Republik kita ini ? Begitu pengaruhkan Pilkada Jakarta terhadap thema dan isyu yang akan diangkatnya itu ? Dua pertanyaan ini menjadi pradugaan yang bisa jadi menajamkan perbedaan dalam semboyan bangsa dan negara: Bhinneka Tunggal Ika. Mengapa bhinneka lebih didengung-dengungkan masing-masing kelompok dan sub kelompok ketimbang pengakuan akan kebhinnekaan sebagai fakta dan kemudian mestinya lebih diperjuangkannya tunggal ika ( kesatuan ) dan persatuan, sebagaimana dinyatakan Anies Rasyid Baswedan itu ?
Barangkali bagi yang pragmatis timbul juga pertanyaan, untuk apa sih soal di awang-awang itu memenuhi langit diskursus kita. Sudahlah semua dihitung, apa dan berapa kepentingan, demi harmoni alias keseimbangan, keselarasan dan keserasian ( model penyelesaian untung rugi materialistik yang lebih rasional ). Apapun dengan alasan apapun , itu sah...dan pertarungan menjadi kewajaran yang alamiah, bernalar dan begitulah adanya. Pikiran kenapa diadili, pikiran kenapa dirasionalisasi dalam untung rugi dengan meninggalkan aspek spiritualitas dan keterikatan emosional ? Semua hal dan bagi satu kelompok akan berkontestasi, jika perlu berkonfrontasi; belum lagi lanjutannya dalam masing-masing sub. kelompoknya.
Semiloka itu akan membahas tiga isyu yang bisa berdiri sendirian ataupun saling berkaitan antarq Agama, Kekuasaan dan Modal. Isyu besar ini diakui atau tidak sedang saling mengintip dan menjanjikan atau sebaliknya saling meniadakan; paling tidak saling bekerjasama. Sejarah sebenarnya telah mencatatnya dan sejarah sedang dan akan bekerja mengarahkannya. Sedangkan politik sedang mengerjakannya bersama ekonomi, sosial dan kebudayaan. Hukum sekedar suruhannya dan melegalkannya atas perintah politik. Determinasi politik atas hukum, itulah memang realitas yang sedang berlangsung. Artinya, hukum harus melakukan pembenaran terhadap kekuasaan, termasuk penegakan hukumnya.
Barangkali semiloka dua hari kedepan itu tak terlepas dari turbulensi politik dewasa ini dengan pemicunya Pilkada Jakarta yang didesain dari kekuasaan sendiri atau sesuatu yang dadakan atau desain itu mengalami deviasi disana-sini. Apapun motifnya di atas, maka terlanjur sudah kota pandora itu telah dibuka: Agama dihadap-kan dengan Pancasila. Ketika kekuasaan mencoba mencari pembenaran atau sandaran ideologis, globalisasi tak akan berdiam diri. Partai politik-pun mengolah sedemikian rupa dengan transaksi dalam keseimbangan neraca rugi-laba bertekanan kuat pada pundi materialistik.
Tampaknya sedang berlangsung kontrol korporasi terhadap negara kian ingin mengokohkan diri. Demokrasi adalah jalan utamanya dalam lindungan kapitalisme yang diasuh oleh sang ibu liberalisme. Dimana agama ? Tempelan ataukah pemanis belaka ?.
Agama yang dimaksud di hadapkan "melawan" Pancasila, harus dipastikan adalah Islam yang kenyataan dalam.paham dan aktualisasinya jelas beraneka dan kadang saling berlawanan pula. Dari yang lembut sampai yang sekeras-kerasnya. Petanya sudah jelas, tinggal bagaimana route kemana yang akan ditempuh, dan apa sebenarnya yang dicita-citakan Indonesia. Apa yang akan ditancapkan di Pilkada Jakarta, sedikit-banyak akan menjadi titik berankat yang menentukan bagi yang bertarung sekarang ini. Jakarta bukanlah semata provinsi dengan sekian juta pemilih dan sama saja dengan Pilkada Gubernur lainnya seperti yang disuarakan oleh mantan Presiden R.I yang kini menugaskan kadernya sebagai orang nomor satu di R.I ini, ....kemudian beliau juga menambahkan: Memilih Gubernur DKI Jakarta adalah memimpin Kepala pemerintahan, bukan memilih Pemimpin Agama.
Pernyataan strategis itu khusus untuk Jakarta yang khusus ini, tentu menimbulkan reaksi. Termasuk pernyataan Presiden R.I di Barus sebelum pernyataan Ketua Umum PDIP diatas itu : Politik dipisahkan dari Agama. Islam pun kini menjadi tertuduh.
radiopanjakarta/Jsp
No comments:
Post a Comment