PROFIL

Thursday, March 16, 2017

AHOK-JAROT KIAN MENANTANG

------------- Joko Sumpeno - rpj

Jakarta, Radio Pan Jakarta,- Judul pertarungan pada Pilkada lebih kena daripada kontestasi. Pertarungan lebih hot karena menyiratkan perkelahian, bahkan ada yang nekad menjuduli tawuran politik.
Sedang pada kontestasi ingin dikesankan seakan atau  sekedar saling memamerkan. Adu indah, kuat seperti kontes kecantikan, loncat indah atau semacam itu. Kontestasi hanyalah penghalusan yang sok moralis, padahal pilkada Jakarta yang Ibokota Negara kenyataannya menguras energi lahir batin dan berubah menjadi carefour (perlintasan) yang membahayakan eksistensi kebernegara-bangsaan Indonesia. Mengapa seberani itu asumsi, betulkah didesain atau tumbuh begitu saja ? Banyak pertanyaan, tapi tak akan mudah menjawabnya.

Padahal, senyatanya yang terjadi dan akan terjadi adalah berunsurkan interaksi, bukan lagi aksi-reaksi yang searah. Melainkan antar arah. Ibarat trayek bus, bukan antar kora seprovinsi, melainkan antar kota antar provinsi serta antar negara. 
Saling mengancam, mengintimidasi menggunakan institusi berbaju penegakan hukum. Saling mengintip, intelijen menyibukkan diri semata untuk pilkada. Dalam pertunjukkan yang diperpanjang ini, peran panggung dan aktor ( utama dan pembantu ) pasti dominan dan keharusan. Siapa lagi aktor utama, jika bukan Ahok. Lainnya...seperti aktor pembantu saja. Inilah lakon gabungan antara melo, laga dan detwktif saling tindih-menindih.

Jarot tak ubahnya pelengkap atau penyerta dalam lakon politik yang sekali lagi beraktor utama Ahok. Ceritanya berdasarkan true story dan jarak antara khayal dan nyata  hampir sulit diraba. 

Di panggung politik yang mengandung unsur tak terduga dan politik memang penuh dadakan, kejutan dan dijuluki unpredictable ( justru inilah daya tarik utama dikuatkan rasa perjudian nasib ) 

Jarot yang semula dipasangkan  dengan maksud jelas untuk melengkapi segmentasi pemilih, rupanya juga dibebani maksud tersembunyi  yakni untuk menghadapi kemungkinan bekerjanya hukum pada kasus pidana yg sedang menerpa Ahok. Sekalipun diakui atau tidak , bahwa kasus penodaan agama yang menimpanya belum ketahuan akhir cerita  multi tafsir dan bisa jadi menaikkan sentimen antara pemeluk seagama maupun membantu soliditas penganut seagamanya Ahok.
Agaknya rencana Jarot di atas, tak semulus yang diharapkan, karena Jarot tetaplah Jarot yang mengikuti bayangan Ahok, bukan mewakili atau menguatkan Ahok di ruang segmentasi seperti yang diharapkan. 

Meskipun sang sutradara agak kecewa kegagalan Ahok memenangi sekali putaran, namun aktor yang sebenarnya hanyalah pion dari papan catur yang rumit tetaplah dianggap masih berpeluan pada putaran kedua sebulan mendatang ini. 

Faktor dominan pada mencorongnya bintang Ahok, betulkah faktor bagi-bagi uang dengan menumpang pada program melekat DKI ataukah lainnya ? Sambil menunggu survey, sinyalemen yang bisa diajukan adalah bukan pada dominasi money politic yang halus dan tak terbuktikan, melainkan pada - setuju atau tidak - hoky Ahok yang rasional maupun irrasional memang mencengangkan.

Bukan kelak jadi atau tidak, namun lebih dari itu jelas Ahok telah menampung kebanggaan yang melintasi agama maupun menetesi egksentris kalabgan etnik tertentu dan agama tertentu. Jangan kaget, muncul tanda-tanda penghancuran ideologi yang diyakini bersumberkan Islam.

Jika Ahok menang, maka Islam.dan umat Muslim menjadi bias. Artinya, pendapat bahwa agama adalah bukan ideologi memperoleh pembenaran sekaligus meneguhkan bahwa agama dan politik jangan disatukan, sekalipun Islam sedari awal.tidak sekategori dengan pernyataan dibatas. 
Juga menempatkan umat Muslim Indonesia belum sepenuhnya bisa dikategorikan setia pada paham Islam itu menyatu atau sekurang-kurangnya Islam bisa menjadi landasan berpolitik. Ahok kemudian sambil senyum nyinyir akan berteriak :Inilah bukti bahwa Islam itu rahmatan lil alamin. Terus ditambahi, inilah bukti bahwa orang Islam mampu berhablumminannas dan memisahkan dengan berhabliminnallah. Tertawalah lepas para ahli Islam dan yang menokohkan slogan ukhuwah wathoniyah itu lebih penting ukhuwah Islamiyah. Karena sudah didoktrinkan, bahwa Islam itu sekedar komplementer dalam jagat ideologi nasional. 

Kemudian sejumlah kalangan Islam tertentu, selain memperoleh perlindungan politis, juga kalangan Islam yang mengaku moderat menyatakan terima kasih atas peran sejarahnya yang tak terduga dalam menyatukan umat Islam, sekalipu ada yang menuduh Ahok berhasil memecah belah internal organisasi Islam terbesar satu dan dua, sekaligus membuka pasar politik saling tunggang-menunggangi. 

Persilatan politik kian seru dengan aktor utama Ahok, berhasil merangsang jurus baru, suhu baru dan aliran baru. Jadi, bagaimana hasil akhir bagi sang Aktor utama sekaligus pion dari percaturan politik itu ? Sayang, ternyata diprediksikan  Ahok hanyalah berhenti sebagai aktor belaka. Ia kalah karena perannya sendiri, karena dirinya sendiri. 

Jsp.radiopanjakarta

No comments:

Post a Comment