PROFIL

Saturday, April 8, 2017

Fadhil Salim: Politik itu untuk Keadilan dan Sejahterakan Rakyat!

Jakarta -- Fadhi Salim - Wakil Direktur radiopanjakarta.com Kedua orangtuanya, asli berasal dari Loksomawe, Aceh Utara. Tapi dia sendiri, kelahiran Jakarta 17 November 1969. Tiga strata pendidikan dasarnya, dia lalui di kampung milik si Jampang ini. Bahkan, bangku kuliah pun dia tempuh juga di Jakarta ini. Universitas Borobudur menjadi pilihannya saat menimba ilmu di bangku kuliah dan Ekonomi Akuntansi adalah jurusan yang dia pilih. D3, dia selesaikan pada 1992 dan S1 tuntas pada 2003.


Sekilas, Tampilannya yang serius dan pendiam, membuat kita segan buat  bicara dengan dia. Namun jika kita bicara dengan dia, malah kita seakan lupa akan waktu. Lantaran, terus terbawa aluran cerita atau obrolan yang dia tampilkan. Nyaris, semua tema masalah dia bisa ikuti sehingga dari kedua bbirnya alur kata pun mengalir ibarat air mengalir menjadi kalimat-kalimat jernih yang mudah dipahami dan mudah dicerna.

Suami dari Siti Komalasari (Garut-Sukabumi) dan bapak tiga anak dari Phonnatari Keumala Putri, Aska M Muntas, dan Fatihir M Munkas ini adalah Fadhil Salim. “Tak ada catatan khusus prestasi sepanjang saya menempuh dunia pendidikan. Hobi saya, olahraga catur dan membaca, terutama sastra,” tegasnya.

Namun mulai dari buncah euphoria Reformasi-lah, Fadhil mengaku banyak catatan khusus menyertai perjalanan hidupnya. “Terus terang, saya mengagumi sosok tokoh Amien Rais. Lantaran, saat itu, tak ada seorang tokoh politik pun yang berani secara terang-terangan menentang kepemimpinan Soeharto. Karenanya, saat Amien Rais mendirikan Partai Amanah Nasional pada 1999, saya langsung gabung dan menjadi kader PAN,” ucap karyawan PT Mas Aji Prayasa Cargo, yang bergerak di international freight forwarder transportation carga di Cilincing, Jakarta Utara ini.

Penggemar olahraga otak ini pun membuncah harapannya, kalau Bangsa ini masih memiliki peluang untuk bergerak maju dan lebih baik lagi di lima tahun ke depan pascareformasi. “Ya, saya melihat peluang itu di depan mata. Segala sesuatu yang biasanya enggak mungkin, dapat terlaksana. Lancar, tanpa ada kekangan dan hambatan. Apalagi politik sudah bermain, apa pun bisa terjadi ke depannya. Sebab, secara teori, politik itu diterapkan untuk mencapai keadilan hukum dan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat.

Lima tahun, ternyata hanya sejengkalan waktu. Hingga kini, buncah harapan itu tidak juga lekas terwujud. “Saya melihat, wujud euphoria reformasi itu malah kebablasan. Kepentingan individu dan kelompok, lebih mengutama ketimbang kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat sebagai tujuan utama dari politik itu sendiri,” ungkap warga Prumpung
Tengah No 25, Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur ini sambil menarik panjang napasnya. 


Secara jujur, dia menyayangkan kondisi tersebut dapat terjadi di Bangsa ini. Padahal, Bangsa ini terkenal di jagad pergaulan sangat santun dalam berpolitik dan murah senyum. Ibarat permainan sepakbola, sebuah peluang sudah terbuka untuk mencptakan gol kemenangan, namun tak ada sentuhan akhir yang menyelesaikannya. Malah muncul beragam pelanggaran, yang membuat sang wasit pun tak segan untuk menggelontorkan kartu kuning di tengah-tengah permainan. (one)

No comments:

Post a Comment