Jakarta-- Sekali lagi, sejumlah 7.218.257 jiwa penduduk Jakarta diberikan hak memilih paslon Gubernur/ Wakil Gubernur: No. 2. Basuki Cahaya Purnama atau No. 3. Anies Rasyid Baswedan - Sandiaga Salahudin Uno. Kita telah mengetahui, pada putaran pertama 15 Februari 2017 lalu dari tiga paslon diantaranya dua paslon tersebut di atas paslon no. 1 yakni Agus Harymurti Yudhoyono dan Sylviana Murni tersingkir, karena hanya menempati urutan ketiga ( terakhir ) dengan perolehan 17 % yang setara dengan 936 ribu suara.
Sementara paslon no. 2 dan no. 3 boleh melaju ke putaran kedua pada 19 April 2017 mendatang ini. Dua pasangan ini meraih masing - masing 42, 15 % dan 39,95 % dari suara sah sejumlah lebih dari lima setengah juta suara. Data KPUD Jakarta menunjukkan bahwa angka partisipasi pemilih mencapai 77,1 % dari 7 jutaan suara. Bandingkan dengan partisipasi pemilih pada pilkada Jakarta 2012 yang hanya 66,7 % dari pemilih terdaftar.
Dari suara jutaan yang diberikan itu, tercatat 5.371 suara dari saudara kita difabel yang tidak bersama menggunakan hak pilihnya. Dari 77,1 orang yang menggunakan hak pilihnya itu, merasakan kenyamanan dan keamanan ketika mencoblos lebih dari 51 % ; begitupun 51 % lebih merasakan petugas TPS jujur, tegas selama penghitungan suara. Juga, secara umum pilkada 2017 di Jakarta diakui lebih baik, khususnya dalam kampanye terbuka, debat dan terutama dalam pemasangan atribut di ruang publik.
Hal itu patut diapresiasi, khususnya dalam pelaksanaan teknis pilkada dan apresiasi yang tinggi kepada pemilih Jakarta yang secara umum tertib dan jauh dari suasana bergolak yang sempat dikawatirkan oleh beberapa pengamat sebelum hari H pemungutan suara pada putaran pertama itu. Kendari ada percikan kecil, semisal di Matraman Jakarta Timur dan pengulangan pemungutan suara di beberapa TPS dari 1300 an yang berlangsung normal dan aman. Pula persaingan politik dengan menggunakan isyu SARA masih tinggi, yakni lebih dari 65 % dan masih kurang sehat meraih 58 % . Namun masyarakat masih lebih ingin pilkada serentak dan langsung mencapai 82 %.
Dari 101 pilkada se Indonesia, relatif berjalan aman, tertib dan lancar dan berjalan sekali putaran saja. Hanya satu pilkada yang harus dilanjutkan ke putaran berikutnya (kedua) yaitu di Provinsi DKI Jakarta, mengingat siapapun pemenangnya harus mencapai suara lebih dari 50% suara sah sebagaimana diatur dalam UU No.27/2009 (pasal 11) sebagai salah satu kekhususan DKI Jakarta, disamping otonomi di tangan Gubernur dan para walikotanya tidak dipilih (termasuk bupati) karena berstatus administratif belaka. Atas dasar batas minimal perolehan suara harus lebih dari 50 % suara tersebut, maka pilkada putaran kedua akan diberlakukan dan akan berlangsung pada 19 April 2017 (putaran pertama 15 Februari yang lalu ).
Daftar Pemilih Tetap telak diumumkan oleh KPUD Provinsi DKI Jakarta, sejumlah 7.218.257 dengan kemungkinan koreksi yang tidak signifikan. Dilaporkan pula, meskipun terjadi penyusutan 46.492 orang karena temuan NIK ganda, meninggal dunia dan lainnya, namun ternyata terjadi peningkatan pemilih 190.446 dan penambahan 11 TPS. Pengurangan pemilih terjadi di Jakarta Timur dan Selatan, sedangkan peningkatan pemilih terjadi di Jakarta Utara. Bisa terjadi perubahan lagi dalam puluhan ribu orang, karena Dukcapil Provinsi DKI juga melaporkan bahwa terdapat 7.389.470 yang seharusnya wajib terdaftar sebagai penduduk, namun yang nyata terdaftar baru 7.332.048. Jadi terdapatt lebih dari 57 ribu penduduk DKI yang gentayangan belum berKTP yang mestinya harus berKTP karena faktor teknis administratif e-ktp.
Jakarta sekali lagi memilih gubernur dan wakil gubernur 2017-2022 yang tinggal 9 hari lagi, tampaknya masih dihadapkan kepada kepastian jumlah pemilih. Belum lagi kian ketatnya persaingan merebut suara dari pemilih no.1 yang berjumlah hampir sejuta suara (996 ribu suara) yang menggiurkan menuju kemenangan DKI 1dan 2.
Dalam perebutan suara tersebut, kita menyaksikan kampanye di lapangan yang tampak sembako bertaburan, uang berkeliaran, janji dipidatokan. Debat televisi digelar, dan rupanya sampai persidangan kasus terdakwa Basuki Cahaya Purnama menjadi ajang tarik-menarik dalam rangka kepentingan mengamankan tatanggal 19 April ke depan ini.
Suhu politik memanas, itu pasti, terutama di lapisan elite. Rakyat bersemangat memilih dan inilah partisipasi politik dalam iklim demokrasi yang pernah hampir 40 tahun di sembunyikan ; pula ada sementara yang ingin mengembalikan ke belakang yakni cukup dipilih di DPRD saja. Tentu itu agenda politik yang pasti mengundang pro dan kontra : Demokrasi diuji kembali.
( lihat juga tulisan : PILKADA DAN KERJA PARTAI POLITIK ; JAKARTA DALAM TARIKAN POLITIK : ISLAMIS DAN NASIONALIS ( lintasan 1950 - 2017 ).
jokosumpeno/radiopanjakarta
No comments:
Post a Comment