Meski lahir di Medan, 1 Desember
1968, Farid Tarigan boleh dibilang besar di Jakarta. Lantaran fase tiga
pendidikan dasarnya, SD Negeri 07 Harapan Jaya, SMP Negeri 119 Kemayoran, dan
SMA Negeri 1,semua tamat di Jakarta.
Barulah, saat kuliah dia menuju Kota Pelajar Yogyakarta. Ia menamatkan
sarjana teknik minyaknya di UPN Veteran Yogyakarta dan S2 Manajemen di UHamka.
Bapak beranak tunggal Reni
Safitri ini mengaku, euphoria Reformasi menjadi magnet dirinya terjun ke
politik. Lahirnya Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1999, menjadi tonggak
perjalanan karirnya di bidang politik. Sosok Amien Rais, menjadi tokoh sentral
bagi dirinya dalam menjalani karir politiknya.
“Sejak 2005, posisi saya di Dewan
Pimpinan Wilayah (DPW) PAN DKI Jakarta adalah selalu Wakil Ketua hingga
sekarang. Saat ini, saya Wakil Ketua di bidang Perkaderan. Pengalaman paling
berkesan, saat PAN booming ketika
memenangkan 13 kursi di DPRD DKI Jakarta. Nyaris, hampir semua kader memiliki
peran kemasyarakat hingga ke tingkat Dewan Kelurahan,” papar Farid di Jakarta, Kamis
(13/4).
“Ya, kemenangan itu memberi
dampak sangat besar bagi para kader partai di setiap sendi kehidupan mayarakat.
Siapa yang paling diuntungkan dengan kondisi tersebut, tak lain dan tak bukan
adalah para kader sendiri. Mereka punya nilai di sendi kehidupan masyarakat,
seperti yang saya bilang tadi hingga ke tingkat Dewan Kelurahan,” tegas Farid.
“Ya kemenangan partai, adalah
kemenangan bagi para kader. Parta menang, para kader senang. Dengan pengalaman
itu, saya berharap para kader memiliki rasa untuk bertanggung jawab berusaha
memenangkan partai pada saat pilihan mendatang. Semua kader, harus padu menyatu
menuju nomor Satu bagi PAN,” tegas Farid.
Sebagai orang organisasi, Farid
juga dikenal sebagai kader Muhammadiyah. Eksistensinya cukup kuat di
Muhammadiyah, lantaran pada 2000 sudah eksis di Pemuda Muhammadiyah. Dan
sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta pada 2005. Kiprahnya sebagai kader
Muhammadiyah, dia berusaha membawa pemahaman Muhammadiyah dan
memasyarakatkannya di PAN.
Di PAN pun, dia berusaha untuk
dapat berkontribusi kepada Muhammadiyah dengan cara memadupadukan aktivitas
parpol terhadap Muhammadiyah. Kegiatan Muhammadiyah didukung PAN. Bantuan-bantuan
sosial keagamaan DPRD, misalnya,
bisa disimbiosis mutualisma dengan kegiatan Muhammadiyah.
“Namun kondisi PAN dan
Muhammadiyah sangat riskan jika terjadi gesekan kepahaman. Jika terjadi
gesekan, reaksinya sangat besar. Ini tak terlepas dari eksistensi PAN sendiri,
yang lahir dari Tanwir Muhammadiyah pada 1995 di Semarang. Yang pasti, kini
kader Muhammadiyah tak hanya berada di parpol PAN. Beberapa parpol besar pun
menjadi sarana kiprah para kader Muhammadiyah,” ungkap Farid.
Dia berharap DPP PAN dapat lebih
berkontribusi kepada keberadaan DPW PAN DKI Jakarta. Lantaran di Jakarta, isu
nasional merupakan juga menjadi isu di Jakarta. Sehingga kontribusi DPP PAN
Pusat sangat diharapkan memberi kontribusi kepada DPW DKI Jakarta, agar dapat
lebih eksis lagi di pemilihan mendatang. (one)
No comments:
Post a Comment