Sebagaimana kita ketahui, bahwa penodaan agama ini masuk kategori sebagai tindak pidana sejak tahun 1965. Ia berasal dari Penetapan Presiden R.I (waktu itu Bung Karno) yang diterbitkan dalam Lembaran Negara 1965 nomor 3. Pasal ini (156 a ini ditambahkan dalam KUHP: Kitqb Undang-undang Hukum Pidana dengan Penpres 1965 no.1 pasal 4.
Latar belakangnya adalah berkisar dengan bertubi-tubinya agama ( khususnya Islam) dihina, dimain-mainkan oleh golongan atheis-komunis yang dimotori PKI dan onderbouwnya ( organisasi sayapnya: CGMI, IPPI, Pemuda Rakyat, Gerwani dan BTI, juga SOBSI ). Ada yang ringan, semisal menunrut kenaikan gaji dengan memakai sarung dan bakiak. Meneriaki haji sebagai tukang renteni/ setan desa; ...sampai.meneriaki bunyi adzan Hayya Alassholah menjadi Mbah Amat mati neng kolah ( Kake Ahmad mati di kolam ) hingga cerita ketoprakMatine Guati Alloh dan penginjak-injakan Mushaf Al Qur' an di sebuah masjid di Kanigoro Kediri Jawa Timur. Itu salah satu latar belakangnya, mengapa akhirnya Presiden R.I Soekarno menetapkan Penpres 1965 no.1 pasal 4 itu.
Tindak.pidana menghina agama diatur dalam pasal-pasal 156 dan 156 a serta pasal 171 KUHP. Menurut Prof Oemar Seno Adji ( Ketua MA RI waktu itu ):
Bahwa obyek pasal 156 adalah GOLONGAN yang terhina; dan pasal 156 a berobyekkan pada AGAMANYA. Sedangkan pasal 171 KUHP menyasarkan pada unsur KESENGAJAAN untuk.menimbulkan keonaran.
Perkataan GOLONGAN dalam.pasal 156 dan pasal 156 a adalah menyatakan bahwa tiap-tiap bagian isi negara R.I yang berbedaan dengan suatu atau beberapa isi negarq lain karena ras-nya, keturunannya , negeri asalnya, agamanya, tempat asalnya ataunkarena kedudukannya, menurut hukum tata negara.
Pasal 156 ini merupakan delik yang membangkitkan rasa permusuhan yang maksudnya bisa merusak ketenteraman dan ketertiban umum. Dengan ancaman pasal ini dimaksudkan agar masyarakat agar tidak mudah terpengaruh hasutan yang dapat mengacau dan memecah- belah, baik melalui pidato, tulisan, gambar di muka umum ataubdi surat kabar.
Rumusal.pasal ini bersifat formal. Artinya tidak perlu diselidiki apakah rasa permusuhan, kebencian karena penghinaan ini mempunyai fakta atau dasar-dasar atau tidak. Kita tahu bahwa sesutu delik yang meterial itu perlu penyelidikan ada tidaknya keonaran terjadi. Cukup disebut formal telah disebutkan, maka jadilah itu tindak pidana.
Tindak pidana formal menghina agama ini, pun tidak perlu dibuktikan apakahnpernyataan permusuhan , kebencian dan penghinaan itu mempengaruhi pada khalayak ramai ( masyarakat luas ), sehingga mereka betul-betul bersikap memusuhi, membenci dan merendahkan GOLONGAN ( termasuk agama, misalnya Islam yang dipeluk mayoritas penduduk R.I ).
Syarat penting dalam.pasal ini adalah harus dilakukan di depan umum, meskipun tidak harus di tepi jalan misalnya. Asalkan itu dilakukan di tempat yang dapat dilihat dan dikunjungi oleh orang banyak, cukuplah itu termasuk tempat umum juga.
Apa itu GOLONGAN ? Menurut Prof. Wiryono Projodikoro ( pernah menjabat sebagai Ketua MA waktunitu, 1960 an ) dan R.R. Sugandhi SH dalam bukunya : TINDAK -TINDAK PIDANA TERTENTU DI INDONESIA " dan KUHP DENGANNPENJELASANNYA " Mmenjelaskan pengertian GOLONGAN adalah mencakup :
Pertama, kebangsaan seperti Eropa, Cina, Jepa
ng atau Indonesia ;
Kedua, agama meliputi Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu,Khonghucu ;
Ketiga, suku meliputi antara lain Jawa, Sunda, Minang, Batak, Ambon dan lain-lainnya.
Bunyi pasal 156 KUHP: "Barangsiapa menyatakan di muka umum, perasaan kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan isi negara Republik Indonesia dipidana penjara selama-lamanya 4 tahun atau denda ..
Bunyi pasal 156 a KUHP:
" Dipidana dengannpenjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu sgama yang dianut di Indonesia ;
b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkanmpasal 171/KUHP sebenarnya sudah dicabut oleh UU no. 1/1946, meskipun kemudian dihidupkan kembali berdasar pasal XIV dan XV pada UU 1/1946 di atas. Intinya adalah penyiaran kabar bohong yang.membuat keonaran masyarakat diancam.pidana 10 tahun ( ayat 1 ) sedangkan ayat 2 nya mengancam tiga tahun penjara, karena ia patut menyangka.
Pasal XV : Barqngsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar sedemikian itu akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dipidana dengan pidana penjarq selama-lamanya dua tahun.
Dua pasal yang " senafas " dengan pasal 171 KUHP yang telah terkubur itu sama-sama ditujukan kepada pihak-pihak yang membuat keonaran di kalangan rakyat.
Perbedaannya, jika pasal XIV menitikberatkan pada sifat kebohongan, makanpasal XV menekankan pada sifat ketidakpastian atau berlebihan atau tidak lengkap ataupun sesuatu yang mungkin tidak bohong.
Sebagai catatan penutup, bahwa sebenarnya pasal 156 a KUHP ini.pernah digugat untuk dihapuskan oleh sementara kelompok LSM kepada Mahkamah Konstitusi namun Mahkamah Konstitusi menolak gugatan. Dengan demikian pasal 156 a itupun akan menjerat Ahok sebagaimana pernah dijatuhkan pula kepada beberapa orang dalam.penghinaan agama seperti di Bali, Jakarta yang.menimpa Pemred Monitor Arswendo Atmowiloto, juga Permadi SH beberapa tahun belum.lama ini ( 1990/an dan 2000 an ).
radiopanjakarta/jsp
No comments:
Post a Comment