PROFIL

Friday, April 28, 2017

FRONT NELAYAN INDONESIA


Susi Pudjiastuti Reaktif, Tidak Kalkulatif, Aktif Merakit Permen Yang Salah Urus

Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan bahwa apabila Presiden Joko Widodo berjanji bahwa pemerintah akan berusaha memberikan solusi yang terbaik untuk para nelayan. Hal ini disampaikan Presiden menanggapi kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiasuti, yang ditentang sejumlah pihak karena melarang nelayan tradisional menggunakan jaring penangkap ikan atau cantrang.


Kalau mengajak nelayan dan rakyat percaya, mungkin akan sangat sulit mendapat kepercayaan. Pasalnya pak Presiden Jokowi sudah 2,5 tahun yang lalu menjanjikan solusi untuk nelayan. Namun, sampai kini belum ada solusinya. Mana janjimu wahai Presiden?". Ujar Rusdianto di Kantor MPM PP Muhammadiyah Jakarta, pada Kamis, 27 April 2017.

"Sebagai kepala negara jangan berjanji terus, perlu segera di tunaikan janji itu sehingga nelayan akan merasa nyaman dengan pemerintahan Jokowi. Jangan sampai nelayan diberbagai daerah se Indonesia di miskinkan dengan PERMEN-PERMEN Susi Pudjiastuti yang bermasalah itu. Ini kan dampaknya luar biasa terhadap pengangguran dan kemiskinan rakyat. Bayangkan lebih kurang 15 Juta Kepala keluar mengalami dampaknya". Tambah Rusdianto Samawa, Ketua Umun Front Nelayan Indonesia

Berharap Presiden segera mengevaluasi dan melihat langsung ke lapangan guna menentukan arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.

Jangan sampai nelayan dan rakyat berpandangan negatif terhadap pemerintahan Jokowi-JK karena akan melahirkan konflik yang sangat besar bahkan akan menyebabkan kerugian negara.

Nelayan itu hanya butuh legalkan cantrang untuk kapal berbagai ukuran di WPP NRI. Cantrang bukanlah trawl yang sering di pahami oleh Susi Pudjiastuti. Menteri KKP sekarang ini membuat rakyat gagal paham.

"Kami hanya meminta hapus berbagai permen yang mempersulit para pekerja perikanan. Nelayan juga berharap mari bersama-sama antara pemerintah dan pelaku usaha perikanan sebagai partner kerja memajukan dan menjadikan laut Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang handal dan bermanfaat bagi masyarkat banyak. Bukan malah mematikan sentra-sentra produksi sektor perikanan".

Mengingatkan saja untuk Pak Presiden dan Susi Pudjiastuti sebagai menteri bahwa penggantian jaring cantrang di canangkan KKP hanya untuk kapal ukuran 10GT kebawah. Dengan 17 macam alat tangkap. Sala satunya Cantrang di ganti denga satu macam alat tangkap milenium yang disebut Gill net (terminologi alat tangkap perikanan). Ini kok tambah puyeng pemerintah, apalagi Susi Pudjiastuti semakin seperti orang stress. Darimana rumusnya 17 alat tangkap itu diganti dengan satu alat tangkap. Padahal laut atau wilayah berbeda, apalagi ikannya tidak sama besar dan ikan banyak jenisnya.

"Padahal alat tangkap yang dibutuhkan beda-beda tergantung jenis ikan yang akan di tangkap dan kemampuan nelayan."

Bagaimana dengan ribuan kapal trawl yang lebih besar dari 10GT?. Bisa di capai dengan manajemen spesifikasi alat tangkap dan musim yang baik jujur dan effective tidak dengan melarang alat tangkap dan tidak memperkecil ukuran kapal.

Bila cantrang bisa dilegalkan, Pukat Udang bisa lebih dilegalkan dan dikembalikan ke Permen KP 02/2011 dan/atau Keppres 85/1982, mengingat azas manfaat sumberdaya udang di WPP-718 memiliki MSY sebesar 49.500 ton/thn, sementara baru memanfaatkan sekitar 5.000 ton/tahun sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Pasal 4 UU No.25 thn 2007, dan Keppres 85/1982 ttg Penggunaan PU.

Apalagi ada program bodong Derregiatrasi Kapal yang yang tentu sangat mempersulit nelayan. Maka menurut saya agar sustainability, perlu disiplin dan bekerja dengan kejujuran serta sesuai kemampuan penguasa untuk mengatur. 


Oleh sebab itu, Susi Pudjiastuti jangan memaksakan kehendak untuk melarang Cantrang sehingga tidak terjadi konflik antar nelayan. Semua yang ada di permen 02 tahun 2015 tidak perlu di larang. Tetapi sangat perlu diatur. 


Kalau saja menteri Susi Pudjiastuti belum bisa membedakan antara kata "diatur dengan dilarang" maka akibatnya bukan hanya kehidupan keluarga nelayan yang menjadi korban tetapi negara merugi karena harus pengadaan alat tangkap. Belum lagi ada penyelewengan anggaran di KKP RI soal tender kapal.

Sekali lagi, sebaiknya Menteri Susi Pudjiastuti jangan grusa grusu dan tidak mendengar keluhan. Coba turun ke lapangan agar agar kondisi nelayan dapat di serap dengan kepala dingin, tanpa kepentingan bisnis pribadi.

Katanya bawa staff jalan-jalan ke Jepang sambil belajar perikanan. Lho... di negara seperti jepang, australia, norwegia yang peduli pada manajemen potensi lautnya trawl, cantrang dan lainnya sesuai spesifikasinya tidak dilarang. Sementara di Indonesia seblum era permen 2 trawl di larang tapi fish net du perbolehkan.[]

Demikian Press Rilis Resmi ini. Semoga dapat dipublikasikan

RUSDIANTO SAMAWA
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia


085716180881 (Silahkan Konfirmasi)

No comments:

Post a Comment