Tuesday, April 4, 2017
JAKARTA, INDONESIA DALAM LINTASAN ADAT MELAYU DAN ISLAM
Masa depan Indonesia yang beribukota di Jakarta yang dihuni pluralitas budaya dan ditekan globalisai mendunia akan dipertaruhkan kejati-diriannya sebagai bangsa. Apa yang terjadi dengan masa depan ke Indonesiaan itu, salah satu batu ujinya adalah sejauh mana kecintaan dan ketahanan pada budaya yang hidup pada bangsa Indonesia, khususnya di Jakarta.
Kilasan pendek ini mencoba menyorot sejenak akan keberadaan puisi Melayu dan hubungannya dengan Adat dan Islam sebagai agama di kawasan Asia Tenggara, khusunya Malaysia, Indonesia, Patani dan gugusan beberapa pulau du selatan Filipina.
Khusus di Indonesia yang bahasa Melayu menjadi asal-muasalnya, memberikan warisan kebahasaan, khusunya dalam Pantun Melayu.
Pantun Melayu kini di tanah air memberikan bukti keterpautan budaya, keterkaitan Adat dan Islam. Meskipun perkembangannya harus bersaing dengan puisi modern wejak era Amir Hamzah dengan Angkatqn Pujangga Baru, berlanjut di"berontak' oleh Chairil Anwar dengan Angkatan 45 terus era 50 - 70 an yang diperkaya puisi Barat dengan bawaan ideologi sosialisme maupun humanisme, namun nafas adat dan berpijaknya kepada Islam masih tercatat.
Aba-aba dari Futurolog John Naisbit dan Patricia Abuderne dalam Megatrend 2000 yang mengatakan bahwa budaya suatu bangsa akan ditentukan oleh kecintaannya terhadap budaya dan tradisi justru menguat ditengah menguatnya peradaban global ( Barat ). Terkait dengan kenyataan, bahasa Melayu dan pantunnya berpengaruh kuat di Sumatera dan Kalimantan serta dibawa para perantaunya ke Jawa ( Jakarta ), maka tetap pengaruhnya akan dan masih terasa dalam kehidupan kebudayan nasional, khususnya di Jakarta.
Kemajuan sais dan teknologi akan di"haluskan" dan "dimanusiawikan" oleh karakter para manusia pelaksana kemajuan di atas, antara lain melalui keadaban budi dan pekertinya. Selanjutnya budi itu pula di bimbing oleh kebudayaan di mana manusia itu hidup; di sana pantun Melayu itu berada.
Salah satu pantun yang terkenal yang menunjukkan hubungan kemesraan Adat dan Islam tertulis begini :
Elok budaya karena agama, elok adat karena kiblat
Apa tanda budaya Melayu
Kepada Islam ia mengacu
Apa tanda Melayu berbahasa
Kepada Islam ia berpunca
Tegak Melayu karena budayanya
Tegak budaya karena
Agamanya
Di mqna tempat Melayu teguh
pada sunnah beserta syara
Dimana tempat Melayu diam
Pada adat bertiangkan Islam
Di dalan pantun, syara
dan petunjuk berhimpun
Kemudian disederhanakan :
Adat bersendi shara'
Shara ' yang lazim, adat yang qawi
Shara ' mengata, adat memakai
Pendek kata, kaitan agama ( Islam ) dan Adat adalah menyatu, tak bisa dipisah meskipun bisa dibedakan. Ujungnya adalah politik yang merupakan sub sistem dalam sistem kebudayaan di atas, tak bisa serampangan. Termasuk pernyataan: Memilih Pemimpin Pemerintahan ( politik ), bukan memilih Pemimpin Agama. Itu namanya pernyataan tak tahu Adat dan dikira Agama itu hanya soal
tukang kenduri dan memandikan mayat saja ?.
---- jsp/radiopanjakarta--
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment