Tiga kali
nyaleg, tiga kali gagal! Sekali di DPR RI (2004) dan dua kali di DPRD DKI
Jakarta (2009 dan 2014). Padahal, dirinya sempat optimistis saat perolehan
suaranya berada di atas angin. Namun ternyata, hasil akhirnya dia gatot alias
gagal total. Dia harus takluk di tangan Caleg baru, namun memiliki modal uang
yang melimpah.
Kedua
orangtuanya memang berasal dari Tanah Minang, namun Syofnal Aidyl ternyata
lahir di Jakarta, 11 Juni 1967. Karenanya pendidikan SD Negeri 11, SMP Negeri
97 Galur Sari, Matraman, dan SMA Negeri 36 Rawamangun, dia selesaikan semuanya
di Jakarta. Namun saat kuliah, dia berangkat ke Bengkulu, ambil jurusan Hukum
di Universitas Prof DR Hazairin SH. Tapi gagal, hanya sampai dua tahun.
“Sepulang dari Bengkulu, saya
langsung ke Tokyo mengikuti program Kota Kembar Pemprov DKI Jakarta selama
1994-1995. Sekitar 18 bulan saya di sana, mengikuti pendidikan Maintenance
Building. Tapi, saat itu saya malah bekerja sebagai staf di Komisi III selama
tiga tahun. Sekrang, saya mengelola Yayasan SMS (Solidaritas Masyarakat Sosial)
di moda transportasi angkutan jenazah sekitar Jakarta,” ujarnya.
Syofnal mengaku, kancah euphoria
Reformasi menjadi tonggak perjalanan ka rirnya di dunia politik. “Ya sosok
Amien Rais menjadi asa bagi saya melihat Indonesia akan lebih baik ke
depannya. Karenanya, begitu Pak Amien
dirikan Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1999m saya langsung bergabung menjadi
anggota,” ceritanya.
Pengalamannya di Jepang plus
reformasi, membuat dirinya bertekad untuk mengubah Indonesia lebih baik seperti
di Jepang. Rasionalisasi dan budaya di Jepang, sangat tinggi. “Di Jepang,
pejabat gagal akan mundur dari jabatan. Dia tertangkap korupsi, berani untuk harakiri
alias bunuh diri mempertanggungjawakan perbuatannya.” Kenangnya.
Tapi ternyata, Jepang dan
Indonesia sangat berbeda. “Di Jepang, UU berjalan sesuai koridor hukum Di sini,
Hukum malah ditabrak demi mencapai tujuan yang
menabrak hukum tadi. Bukan hanya itu, hukum malah dapat dibeli.” Papar
Syofnal, Sekretaris Bidang Bencana Sosial dan Kemanusiaan DPW PAN DKI Jakarta yang
juga Ketua DPC PAN Matraman, Jakarta Timur.
Kondisi itu juga yang dia alami
saat menjadi Caleg DPR RI pada 2004, Caleg DPRD DKI Jakarta 2009, dan Caleg
DPRD DKI Jakarta pada 2014. “Saya sempat optimis menjadi anggota legislatif,
lanaran peroleh suara saya sangat berada di atas angin. Tapi hasl akhirnya,
saya malah kalah dari Caleg baru yang punya duit melimpah,” tutur Syofnal.
“Caleg baru itu bisa memang,
lantaran dia memiliki modal uang yang melimpah untuk menyebar dana bagi
sejumlah saksi dan membheri dana juga kepada sejumlah oknum di KPUD. Kalo gak
salah, untuk nyebar dana saat pilkada itu, butuh sekitar Rp1,5 miliar. Tentu
harus disebar sesuai kebutuhan dan diberikan kepada sasaran yang tepat,”
ungkapnya.
Karenanya, dia menegaskan, “Kalau
tidak punya uang, jangan bermimpi untuk nyaleg. Saya tak akan nyaleg lagi,
kalau pake modal sendiri. Lain halnya jika ada yang sponsori. Untuk sekarang
ini, saya hanya ingin mendukung teman-teman PAN yang nyaleg. Smoga para kader
PAN yang nyaleg, dapat berhasil, aamiiinn………” tegasnya. (one)
No comments:
Post a Comment